Saturday, 5 December 2015

kerokan

Ada penelitian menarik dari FK UNS tentang kerokan, ya mungkin penelitian ini udah lama. Info ini sangat bagus buat yang suka kerokan.

Meski ada pengobatan modern, hingga kini orang Indonesia, terutama di Jawa, tetap akrab dengan kerokan saat merasa tidak enak badan. Seorang Guru Besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ,Prof. Didik Gunawan Tamtomo meneliti manfaat kerokan. Penelitian itu dilakukan tahun 2003-2005.

”Kerokan adalah kearifan lokal. Pasien saya menyatakan, kalau belum kerokan, belum puas,” kata Didik di Solo.

Pada tahap awal, Didik melakukan survei kuantitatif dan kualitatif. Hasilnya, dari 390 responden berusia 40 tahun ke atas yang mengembalikan kuesioner, hampir 90 persen mengaku kerokan saat ”masuk angin”. Responden Didik adalah para pasien, tetangga, dan pedagang di pasar. Para responden meyakini manfaat kerokan untuk menyembuhkan ”masuk angin”. Istilah ”masuk angin” sebenarnya tidak dikenal dalam dunia kedokteran.

Masuk angin merujuk pada keadaan perut kembung, kepala pusing, demam ringan, dan otot nyeri. Kerokan di Indonesia biasanya menggunakan uang logam ataupun alat pipih tumpul yang digerakkan di kulit  secara berulang-ulang menggunakan minyak sebagai pelicin.

MANFAAT KEROKAN

1. Tidak merusak
Pada tahap kedua, Didik menjadikan dirinya sebagai obyek penelitian. Ia mengerok bagian tangannya lalu  dibiopsi, yaitu diambil sedikit jaringan kulit epidermisnya (kulit ari) untuk pemeriksaan mikroskopis. ”Selama ini ada anggapan, orang yang sering dikerok kulitnya akan rusak, pori-pori kulitnya membesar, atau pembuluh  darahnya pecah. Namun, hasil pemeriksaan di laboratorium patologi anatomi UNS menunjukkan tidak ada kulit  yang rusak ataupun pembuluh darah yang pecah, tetapi pembuluh darah hanya melebar,” kata Didik. Melebarnya pembuluh darah membuat aliran darah lancar dan pasokan oksigen dalam darah bertambah.  Kulit ari juga terlepas seperti halnya saat luluran.

2. Meningkatkan endorfin
Penelitian tahap akhir adalah penelitian biomolekuler, yakni pemeriksaan darah dari orang yang kerokan dan  orang yang tidak kerokan. Didik mengumpulkan sejumlah orang dengan kondisi serupa, seperti berat badan,  usia, dan mengalami nyeri otot sebagai salah satu ciri ”masuk angin”. Semua responden adalah perempuan  karena mereka dinilai lebih suka kerokan daripada laki-laki.

Para responden dibagi dalam dua kelompok dan menjalani pemeriksaan darah. Kelompok pertama kemudian dikerok, sedangkan kelompok kedua tidak. Seluruh responden selanjutnya diperiksa lagi darahnya. Ada empat  hal yang diamati, yakni perubahan kadar endorfin, prostaglandin, interleukin, serta komplemen C1 dan C3. Hasilnya, kadar endorfin orang-orang yang dikerok naik signifikan. Peningkatan endorfin membuat mereka nyaman,rasa sakit hilang, lebih segar, dan bersemangat.

3. Kadar prostaglandin turun.
Prostaglandin adalah senyawa asam lemak yang antara lain berfungsi menstimulasi kontraksi rahim dan otot polos lain serta mampu menurunkan tekanan darah, mengatur sekresi asam lambung, suhu tubuh, dan memengaruhi  kerja sejumlah hormon. Di sisi lain, zat ini menyebabkan nyeri otot. Penurunan kadar prostaglandin membuat  nyeri otot berkurang. ”Adapun perubahan komplemen C3, C1, dan interleukin yang menggambarkan adanya reaksi peradangan tidak signifikan,” kata Didik. Ia menyarankan, kerokan sebaiknya dimulai dari atas ke bawah di sisi kanan dan kiri tulang belakang,  dilanjutkan dengan garis-garis menyamping di punggung bagian kiri dan kanan. Alat pengerok dipegang 45  derajat agar saat bergesekan dengan kulit tidak terlalu sakit. Salah satu unsur dalam kerokan yang mendukung  pengobatan adalah hubungan emosional antara orang yang dikerok dan orang yang mengerok. ”Ibu yang mengerok anaknya sambil bercerita merupakan unsur biopsikososial dalam pengobatan yang kini  digalakkan dalam pengobatan modern,” kata Didik.
 
sumber : kaskus.co.id

No comments:

Post a Comment