Tuesday, 1 December 2015

Untitled

Akhir-akhir ini gue selalu ingin dekat dengan keluarga. Rasanya enggak mau jauh dari nyokap juga kedua adik gue. Berat rasanya saat gue harus pergi ke medan pencarian nafkah di luar kota. Gue pengen selalu merhatiin gimana perkembangan kedua adik gue. Semenjak bokap udah meninggal sekitar satu setengah tahun yang lalu, nyokap menjadi orang tua tunggal gue, dan gue harus bisa menjadi penopang semangat nyokap dan kedua adik gue. Rasa kehilangan yang gue rasain enggak boleh gue perlihatkan ke keluarga. Awal merasa kehilangan bokap dalam keluarga gue, cukup membuat gue bingung menentukan arah, akan kemana gue berjalan bersama keluarga gue yang sudah tidak utuh lagi. Gue merasa ada beban sebesar gunung yang terletak di kedua bahu gue, yang rasanya cukup berat untuk gue menanggungnya sendiri. Gue coba melepaskan semua beban itu ke Sang Pencipta, karena gue yakin, ini semua hanya ujian yang diberikan untuk menguji keimanan para hamba Nya. Dan setiap kesedihan yang diberi, pasti Alloh sediakan pengobat pelipur lara yang membuat kita tersenyum kembali menghadapi hari-hari.

Di umur gue yang seperempat abad ini, banyak hal yang fokusnya harus terbagi dalam pikiran ini. Pekerjaan, keluarga, kehidupan akhir nanti, dan lain sebagainya. Dan fokus gue saat ini yang utama adalah perkembangan kedua adik gue. Kadang timbul dalam pikiran gue ingin tau, apa yang adik gue pikirkan juga rasakan saat melanjutkan episode hidup tanpa bokap. Sebagai anak pertama, gue coba membantu nyokap  gue dalam mengarahkan kedua adik gue bagaimana harus melangkah. Untuk adik gue yang pertama, gue lebih terkesan jaim. Karena menurut gue itulah yang terbaik dalam mengarahkan dia ke arah yang lebih baik. Bukan untuk menuntut gue agar ditakuti atau disegani dengan kejaiman gue. Tapi gue mengajarkan bagaimana caranya  bersikap terhadap orang yang lebih dewasa umurnya dari kita, yang tentunya juga diarahkan lewat pembicaraan, bukan hanya bersikap. Sebagai anak yang baru tumbuh dari fase remaja menuju umur dewasa, tentunya perlu banyak saran dan nasehat sebagai kompas penunjuk arah dia untuk melangkah. Hal yang sering gue sampaikan ke dia sebagai motivasi juga alarm bagi dia adalah "Sekarang kamu anak  yatim,yang udah enggak punya bapak, cuma mama. Buat mama kamu senyum bangga karena prestasi kamu, dan buat bapak kamu tersenyum lihat kamu dari alam sana. Fokus kuliah, jangan yang lain. Biaya biar kakak yang nyari, tugas kamu buat orangtua bangga", biasanya dia cuma terdiam, lalu belajar. 

Tapi terkadang gue menjadi seorang pecundang saat gue memperhatikan perkembangan adik gue yang kedua. Ya, akhir-akhir ini gue sering tertampar dengan keadaan, saat adik gue yang perempuan kelas tiga SD, tiba-tiba pulang sekolah lalu bercerita dengan nyokap gue "ma, tadi di sekolah muridnya di data sama bu guru. terus bu guru tanya siapa yang ayahnya udah ninggal? aku nunjuk. dari dua kelas cuma aku yang enggak punya bapak" . sambil mata berkaca-kaca nyokap gue menjawab "walau enggak punya bapak lagi, jannes harus tetep semangat, enggak boleh sedih, kan masih ada kakak juga mama yang sayang sama jannes", dan adik gue cuma menjawab "iya ma" . Rasanya gue menjadi orang yang enggak berguna, pengen rasanya bilang ke Tuhan, tuker aja gue dengan bokap, biar adik gue ngerasain masih punya keluarga utuh. But, this real life, not fiction. Karena hidup akan berjalan dengan segala episode juga misterinya, dan garis ketetapan yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Percuma kita mengharapkan itu, karena akan tiba masanya kita semua berpisah satu demi satu, tinggal siapa dulu yang sudah menemui batas takdir hidupnya. 

Sejak meninggalnya bokap, adik kedua gue menjadi orang yang lebih tertutup dibanding gue. Gue jadi kepo akan pemikiran sikap adik gue yang masih berumur delapan tahun. Apa yang dia rasain, saat umur sekecil itu dia udah enggak punya bokap. Terkadang gue menilai adik gue seperti orang yang sudah dewasa, karena mengerti ayahnya sudah tiada, tapi bisa menyikapinya dengan caranya sendiri, dan tidak menampakkan kesedihan di depan umum. Tapi secara umur, adik gue masih anak kecil. Hal yang hanya bisa gue lakuin adalah bertukar kabar via sms dan telepon saat jauh, dan ketika gue libur adalah mengajaknya jalan-jalan, memeriksa hasil belajar di sekolah juga TPA, nonton bareng video-video kartun, dan hal lainnya, agar dia merasa tetap terperhatikan dan terhibur walau bokap udah enggak ada. Karena perhatian dari seorang ayah dan ibu, walau tujuannya untuk kebaikan anaknya, tapi terkadang memiliki cara yang berbeda. Kadang juga di akhir pekan gue mengajak nyokap juga adik-adik gue reuni keluarga di makam, ya walaupun kini antara kita dan bokap berbeda alam. Disana kita membersihkan area makam bokap, berdoa bareng buat bokap. Situasi itu  kadang menjadi penyemangat tersendiri bagi gue, karena gue masih merasa punya keluarga yang utuh. Dan gue yakin, walau udah beda alam dan dimensi, bokap seneng ngeliat istri juga anak-anaknya jengukin dia juga mengirimkan hadiah berupa doa di rumah barunya. Dan gue juga masih manusia, terkadang rasa lelah, jenuh, down, sering menyerang gue. Tapi tugas gue belum selesai, karena gue selalu ingin ngeliat senyum bahagia nyokap dan kedua adik gue menghiasi hari-hari gue. Gue cuma selalu memohon ke Sang Pencipta, agar gue punya bahu yang kuat untuk menopang semuanya dan punya saldo semangat tanpa batas  dalam menjalani hidup. Karena hidup akan selalu  penuh dengan kejutan di dalamnya :)

Thanks udah baca postingan tanpa arah dari gue ini. Karena gue cuma mengetik, mengalir mengikuti pikiran juga hal yang sedang gue rasain saat ini, lewat jari-jari di atas keyboard :)

No comments:

Post a Comment